
Oya, ngomong-ngomong tentang stress, aku jadi pingin cerita soal nyamuk (lho??).
Iya, nyamuk yang –semua pasti setuju- merupakan bukti paling nyata dari keberadaan peribahasa “Hilang Satu Tumbuh Seribu” itu. Sungguh menyebalkan. Seorang ustadz yang sedang menjelaskan ayat tentang betapa tak ada satupun didunia ini ciptaan Allah yang sia-sia, bahkan menasbihkan nyamuk sebagai makhluk yang berguna (salah satunya) untuk penguji kesabaran manusia (selain katanya untuk sumber keluarnya rezeki bagi pabrik produk2 anti-nyamuk). :-D
Suatu pagi aku mengalami pagi yang sangat indah. Mood anak-anak sedang sangat baik sejak bangun tidur. Suasana dan udara sejuk yang sempurna setelah hujan malamnya, lebih mendukung lagi moodku pagi itu menjadi sangat menyenangkan -selain ada satu lagi alasan lain yang nggak ada hubungannya dengan udara (yang sudah menikah, apalagi ibu2 pasti mengerti lah apa yang kumaksud :-D).
Suami memutuskan untuk balik tidur lagi (ehm) dan berangkat ngantor agak siangan aja nanti. Setelah menutup kontrak dengan pabrik, sehabis sarapan sekedarnya diapun balik kamar untuk molor lagi. Aku, yang harus antar anak-anak sekolah, memilih untuk memakai saja mobil suami, karena letak parkirnya lebih dekat dengan pintu pagar. Daripada memundurkan mobilnya keluar untuk kemudian mengeluarkan mobil yang biasa kupakai, lalu memasukkan lagi mobil suami, akan sungguh merepotkan.
Wah, benar-benar pagi yang sempurna! Obrolan di mobil selama perjalanan ke sekolah juga berlangsung sangat menyenangkan. Sehabis ngedrop anak-anak disekolah, aku pulang. Tak lama kemudian suami berangkat ke kantor.
Siang, tibalah saatnya untuk jemput Bea.
Baru saja masuk garasi sudah kulihat ada yang dudul dengan mobilku. Jendela kiri belakang terbuka. Waduh! Rupanya siapa saja yang kemarin keluar dari situ (hampir 100% pasti anak2) lupa, membuka kaca jendelanya tetapi nggak ditutup lagi. Aku cuma mbatin “piye tooo”..... Mood yang sempurna tadi?? Ohooo masih ada! Melihat jendela mobil lupa ditutup semalaman akan terasa kecil bila mood sedang bagus. (Serasa minum ramuan Felix Felicis-nya Harry Potter pokoknya!) Hehe...
Tapi tidak ketika sejurus kemudian aku masuk mobil. Baru saja duduk di jok, sudah ketahuan bahwa si Felix Felicis ternyata tak cukup manjur menangkal hadirnya makhluk kecil penyedot darah yang sangat menyebalkan ini. Dari bawah setir, kulihat 3-5 ekor menguing terbang tanda terusik dengan kakiku yang mulai menempatkan diri di pedal gas. Kutepok2 mereka (dan ya, aku paling handal kalo urusan tepok nyamuk dengan tangan kosong, tanya saja suamiku, kita sering berlomba dan aku selalu menang), dan berhasil. Wajah puasku menandakan masih ada sisa-sisa ramuan Felicis.
Tapi eeehhh...! Begitu mobil keluar garasi dan terpapar sinar matahari, entah darimana, kali ini suara nguing bukan lagi berasal dari 3-5 ekor nyamuk, bahkan bukan lagi berasal dari 300-500 nyamuk, tapi lebih dari itu!! (okelah mungkin aku hiperbola menyangkut jumlah si nyamuk, tapi siapa yang mau menghitung berapa jumlah nyamuk waktu itu??)
Semua menguing keras sambil terbang berputar-putar didalam mobil dan kepalaku. Kubuka semua kaca jendela dengan harapan mereka akan menemukan jalan untuk terbang keluar, kealam dimana mereka akan bisa terbebas dari jurus teplok ku yang sudah terbukti dahsyat itu.
Sebentar kutunggu sambil mengibas-ngibaskan tanganku menggiring mereka kearah lubang jendela, bukan untuk mengusir, tetapi membantu mereka menemukan jalan menuju kebebasan. Niatku baik. Tetapi rupanya –dengan alasan yang benar-benar tidak kupahami- mereka rupanya tidak merindukan hak asasi berupa kebebasan itu. Mereka memilih untuk menghilang lagi. Kulihat tinggal 3-5 ekor lagi yang menguing di sekitar telinga, mengganggu sekali.
Atau mereka sebenarnya sudah pergi tanpa kusadari? Kali ini naifku keluar, dan juga jam Bea pulang juga sudah mepet. Akupun jalan. Benar saja, satu blok perumahan sudah terlewati dan tak terasa lagi koloni nyamuk yang berpaduan suara tadi. “Mereka sudah pergii....” bisik hatiku lega. Bahkan yang 3-5 ekor pun tak terasa lagi gangguannya. Kuputuskan untuk menutup kaca jendela.
Baru saja kaca jendela terakhir yang disamping kiriku tertutup lengkap, lha kok muncul lagi suara nguingnya! Pasukan koloni 500 ekor melayang-layang lagi memenuhi kepalaku, menghalang-halangi konsentrasi kedepan untuk menyetirku. Entah darimana mereka muncul (atau bersembunyi tadinya). Yang pasti, diseputar kaki dan jok samping, kulihat mereka juga semburat.
Kubuka lebar-lebar lagi kaca jendela! Semuanya! Kukibas-kibaskan lagi tanganku menggiring mereka keluar. Kali ini kulakukan membabi buta sambil menyetir, niatku sudah tidak sebaik yang pertama tadi.
Tak lama sepi....mereka sudah benar-benar pergi, batinku... Kututup lagi kaca-kaca jendela mobil. Tak secepat yang tadi, kali ini 5 detik kemudian, astaganaga! Koloninya keluar lagi! Bernguing-nguing lagi dengan dahsyat kesetiap sudut mobil.
Begitu berulang-ulang, kubuka jendela, kolonipun hilang ditelan jok dan instrumen mobil. Kututup, koloninya kembali memproklamirkan keberadaanya, tak sedikitpun menunjukkan keinginan keluar dari mobilku, seakan-akan berniat begitu saja mengkudeta kekuasaan didalam mobil.
Pergulatan antara aku dan konsentrasi menyetirku, koloni nyamuk, kaca jendela dan kibasan-kibasan tanganku yang semakin lama semakin membabibuta in berlangsung nyaris sampai sekolahnya Bea. Sepanjang jalan!
Mood indahku langsung lenyap! Ramuan Felix-Felicis menguap tanpa bekas!!
Waktu Bea pulang dan sudah masuk ke mobil, aku sudah kehilangan semangat berjuang. “Buk, banyak nyamuk di mobil” kata Bea berulang-ulang sambil meneplokkan tangan mungilnya. Bunyi teplokannya yang lucu bahkan tak bisa membuatku tersenyum. “Iya...tadi malam kaca jendelanya lupa nggak ditutup” hanya itu jawabku, dengan lemas...
Aku menerapkan salah satu strategi melawan stress, yaitu mematirasakan emosi. Kututup telinga pikiran dan mata hatiku akan keberadaan si koloni yang masih menguing tak kenal lelah, kali ini berhadapan dengan teplokan Bea yang pastinya tak sedahsyat aku. Sambil diam-diam menyimpan dendam (maklum, alam bawah sadar kan tidak bisa matirasa) dan membayangkan obat semprot anti-nyamuk yang tergeletak dibawah tangga dirumah. Dendam yang diam-diam kupupuk dengan tidak lagi mencoba membuka kaca jendela mobil untuk memancing mereka keluar, tak sekalipun. Lebih baik kalau semua anggota koloni utuh bersarang di mobil sampai ketika aku membuka –bukan hanya jendela, tapi- keempat pintu mobil lebar-lebar dirumah nanti, dengan satu tangan yang lain siap menyemprotkan anti-nyamuk dibantu roket aerosol yang –aku janji- akan memekakkan nguingan mereka sampai habis!!
Kalau memang nyamuk adalah penguji kesabaran kita, ampuni aku Ya Allah, karena aku ternyata belum bisa lulus. Aku hanya manusia. Dan lagi, jurus teplok kebanggan yang selalu kupamerkan dengan ujub berlebihan tiap musim hujan -seakan-akan itu hal yang paling penting didunia ini- didepan suami, pelan-pelan kini sudah kehilangan percayadirinya....(ataukah ini hikmahnya ya?). Tak tahulah aku...
:::::.....
Gambar ilustrasi dicomot dari www.fightthebitecolorado.com