Aku sering merasa risih, karena banyak orang salah kaprah memanggil atau menyebutku “psikolog”. Kali lain malah ada yang dudul memanggilku “psikiater”. Aduh! Tentu risih karena aku merasa aku sama sekali nggak berhak menyandang sebutan2 itu. Jadi begini...**ancang2 duduk manis menjelaskan** :-D
Setelah seseorang menyelesaikan jenjang S1 Psikologi, maka titel yang didapat tentu saja adalah S.Psi. dan sebutannya adalah “Sarjana Psikologi” (dan inilah yang sejauh ini masih berhasil kusandang, itupun dengan bercucuran keringat dan darah –hallah- hehe...kalo nggak percaya, baca aja ceritanya disini).
Bagaimana dengan psikolog?
Nah, di Indonesia ini, biasanya ada 2 pilihan untuk sarjana2 psikologi tersebut meneruskan kuliah. Kuliah S2, dan mengambil kuliah Profesi Psikologi (keduanya biasanya punya masa studi yang sama). Kuliah S2 ini bisa saja dia mengambil jurusan yang sama (S2 Psikologi) ataupun jurusan yang lain (misalnya lulusan Sarjana Psikologi Industri dan Organisasi cenderung banyak yang berminat ambil Magister Manajemen untuk mendukung karirnya kemudian dibidang HRD). Ketika lulus, tentu titel S2 yang mereka dapat (M.Psi), dan setakat ini, secara keprofesian pun mereka masih belum bisa disebut sebagai Psikolog, walaupun sudah lulus S2 Psikologi.
Sebutan Psikolog baru berhak diberikan kepada seseorang yang sudah menyelesaikan Program Profesi Psikologi. Dengan selesainya program ini, mereka mendapat hak dan tanggung jawab profesi, yang tentu saja lebih tinggi daripada lulusan S1 Psikologi (atau S2 Psikologi). Salah satunya adalah hak izin untuk membuka praktek layanan dan terapi psikologis.
Sekarang ini, di beberapa universitas sudah diadakan program Magister Profesi Psikologi. Jadi, selain mendapatkan titel S2 Psikologi, lulusannya sekaligus juga mengantongi izin profesi Psikolog. Bila dibandingkan dengan program S2 Psikologi saja (tanpa profesi) tentu saja biaya dan beban kuliahnya lebih banyak. Tetapi kalau dibandingkan dengan bila harus kuliah S2, kemudian ambil lagi kuliah Profesi, tentu ini akan jauh lebih praktis dan efisien baik dari segi waktu maupun biaya. Salah satu universitas yang sudah menyediakan Magister Profesi Psikologi adalah almamaterku tercinta, Universitas Airlangga Surabaya.
Yang terasa sangat dudul lagi adalah ketika (masih saja) ada orang yang memanggilku “psikiater”. Karena seorang psikiater adalah lulusan Kedokteran, yang kemudian mengambil spesialisasi di bidang psikiatri (kejiwaan). Jadi bukan hanya mereka sudah bergelar dr. Fulan, tetapi juga (biasanya) dibelakang namanya sudah tercantum Sp.J (Spesialis Jiwa)
Nah, sekarang apa bedanya "psikiater" dan "psikolog"?
Psikiater tentu saja, base-nya adalah kedokteran (ilmu medis), bukan psikologis (ilmu perilaku). Penyebutan untuk orang yang datang meminta jasa mereka saja sudah beda, kalo psikiater biasanya menyebut dengan "pasien" sedangkan kalo psikolog menyebutnya "klien". Karena pendekatan keilmuannya berbeda, maka layanan atau terapi yang dilakukan juga berbeda.
Yang pasti, seorang psikiater boleh dan bisa memberikan layanan secara medis, artinya ya boleh memberikan resep2 obat, boleh memberikan suntikan (misalnya untuk mengatasi panic attack dlsb) sedangkan seorang psikolog tentu saja tidak!
Disisi lain, kalau menyangkut terapi psikologis, misalnya modifikasi perilaku, tes-tes psikologis (dari tes bakat, tes kepribadian, tes IQ dan lain-lain), training2 perilaku kelompok atau individu (contohnya training HRD, training komunikasi, perkembangan dan lain-lain) maka jelas ini adalah ranah jasa layanan seorang psikolog.
-pfuihhh-
Tuh kan? Makanya sekali lagi aku sering merasa risih dengah hal ini. Bagaimanapun mungkin sebenarnya urusan "penyebutan" itu nggak penting2 amat (aku misalnya, nggak akan keberatan untuk tidak menyebut titel sarjana dibelakang namaku setiap kali tandatangan :-D), tetapi kalau kasusnya adalah kebalikannya (aku dipanggil dengan sebutan yang aku belum atau tidak berhak), yang ada adalah rasa risih tak tertolong lagi :-D
Oh ya, selain hal diatas itu, ada satu hal lagi yang suka bikin dudul. Yang ini bukan hanya kualami, tetapi banyak teman2 kuliah yang juga mengalaminya. Orang-orang selalu datang dengan pertanyaan ini :
"Kamu kan anak psikologi? Coba kamu lihat gimana sih kepribadianku? Menurutmu aku akan bisa sukses nggak?" (sambil kadang menyodorkan telapak tangan atau tulisan tangan untuk dianalisa),
Dudul ya...! Bukan hanya karena kemampuan "menilai" itu sebenarnya dimiliki oleh kita semua orang (bukan hanya orang-orang yang kuliah di Psikologi saja), tetapi dalam tataran keilmuan Psikologi, untuk melihat profil seseorang, kita akan memerlukan serangkaian tes psikologis yang terstruktur dan terukur dengan jelas dan rinci.
Makanya dulu waktu masih kuliah, sempat beredar sebuah sticker di kampus, yang bunyinya gini :
atau yang versi Bahasa Indonesia : "Kami Para Mahasiswa Psikologi, Bukan Paranormal!"
:-D
aku memanggilnya..."mbak Wahida" aza yaaaaaaa....
ReplyDeleteoooow ... begitu to mbak psikolog ... ;-) matur nuwun penjelasannya yang gamblang ini ... mudah-mudahan aja tidak ada yang nekad datang minta diramal jodoh ya :-D
ReplyDeletedipanggil psikolog itu Da...karena didoakan....cepet2 nglanjutken ke profesi Psikologi :)
ReplyDelete*jadi...garis tanganku piye Da...cucok nda buat jadi .....*kabuuur...lari marathon*
"dalem mbaaaaaaaakk" **semangat** :-D
ReplyDeletetu kan..? keknya sengaja deh si mbak ratna... **menghela napas** :-D
ReplyDeleteamiinn **walaupun gak ada rencana sama sekali kak hihihi :-D
ReplyDelete**kejar kak mia pake lari sprint** kok persis abe ya? kalo dilarang malah semangat...hanif aja gak gitu deh hihihihii :-b
Nasibku gimana nih Da, cocok ga jadi psikolog..ramal dong kikikik.....
ReplyDeleteMata kuliah yang dipelajari saat ambil S1 Psikologi apa saja ya? Kalau studi kasus atau semacam praktek lapangannya seperti apa? Saya tanyakan, maklum karena orang teknik.
ReplyDeletembak,,mau tanya,,kalo ke psikiater kan dapet rekam medik,,
ReplyDeletetrus kalo ke psikolog dapet apa?? apa kalau sudah tes kepribadian,iq,dll trus setahun lagi datang lagi,,hasil tesnya juga sama??,,hehe..
TFS, penjelasan yg cukup gamblang :-)
ReplyDelete-- semoga mbak S1 psikologi bisa segera meraih jenjang yg lebih tinggi, aamiin --
terima kasih penjelasannya,
ReplyDeletejadi paham deh,
bagus itu yah s2 sekalian langsung profesi, klo farmasi belum ada yg begitu deh kayaknya, s2 ya s2 profesi juga lain...
haha... itulah saudara-saudara kita, neng... seneng banget menyalahgunakan arti kata-kata secara kaprah. kekurangtahuan linguistik mungkin haha...
ReplyDeleteoooh jadi gitu *sambil manggut2*, jadi mbak wahida ibu rumah tangga s.psi? haiyaaah ...
ReplyDeletemasih untung ga ada yg minta obat pelet......whekeke
ReplyDeletesesama peramal dilarang saling meramal wekekekekek :-b
ReplyDeleteJadi, sebenarnya, kamu itu psikolog atau psikiater sih, mbak.... :-/
ReplyDeleteaduh **berat nih pertanyaannya pak yayan** hehe...
ReplyDeletekita bicara konteks psikologi di unair sekitar tahun 1995 ya pak (tahun dimana aku masuk) **karena sekarang sudah banyak terjadi perubahan (mungkin kalo mau detil dan jelas klik aja link yang saya berikan di postingan itu)** :
tahun2 awal ya seperti juga jurusan lain, kuliahnya dihiasi makul2 MKDU, psikologi umum dan makul pengantar (dari pengantar sosiologi, antropologi, komunikasi sampe psikologi faal (pengantar kedokteran yang dulu selalu jadi momok semua orang karena susahnya kekekekek) pokoknya yang masih terkait dengan psikologi)
tahun2 tengah banyak dihiasi mata kuliah khusus, macam modifikasi perilaku, mata kuliah keahlian psikologi (dulu ada 5) dan psikodiagnosa (tentang tes2 psikologis, dan kita akan dibuat mblenger karena banyaaaakkkkkk sekali tes2 yang kita pelajari terangkum dalam psikodiagnostik I - IX)...disini tentu saja sudah banyak praktek melaksanakan tes2 psikologi, ada yang membantu proyek dosen2 sampai blusukan ke sekolah2 dan kantor2 tertentu untuk praktek tes bakat, IQ, kepribadian, MSDM (manajemen sumber daya manusia) dan lain2
menuju akhir biasanya tiap mhs akan terbagi ke spesialisasi yang dia tempuh sendiri2..dulu jamanku kuliah ada 5 spesialisasi jurusan yaitu psikologi klinis, psikologi perkembangan, psikologi pendidikan, psikologi sosial dan psikologi industri & organisasi....
walaupun dulu aku sangat menyukai makul2 psikologi perkembangan, aku sendiri memilih psikologi klinis... dan dudulnya, aku lulus dengan mengantongi hampir 20 kelebihan SKS karena walaupun tidak perlu, aku dulu suka ikut daftar kuliah di kelas2 perkembangan...maklum untuk mendukung status ibu rumah tangg kan perlu juga nambah ilmu tentang perkembangan anak, remaja, sampai manula wekekekekekek :-D
panjangnya.....**melongo liat tulisan sediri** :-o
dapat profil hasil tes juga... tetapi biasanya oleh yang mengetes sudah diberikan dalam bentuk penjelasan (sudah diterjemahkan kedalam bahasa yang awam) sedangkan lembar2 tesnya akan menjadi lampiran semacam bukti tes..
ReplyDeletekalo setahun diulangi tes yang sama, hasilnya bisa relatif sama (relatif lo ya :-D) bisa juga tidak, tergantung jenis tesnya...tes2 kepirbadian misalnya, hasilnya akan relatif sama (kecuali kita mengalami perubahan kepribadian yang parah atau berkepribadian ganda **wekekekekke ngeri ya** orang kan nggak mudah untuk ganti kepribadian)
yah...prinsipnya tes kan hanya alat ukur, menegnai hasilnya ya akan tergantung pada banyak hal, misalnya saja kondisi fisik kita saat tes...dll
duhhh semoga membantu, wid, tambahin po'o wid **sambil nowel2 wida** :-S
amiin, sementara ini untuk waktu yang tak tahu sampai kapan memang aku nggak ada rencana sekolah lagi, sudah keasyikan sama kegiatan diluar kampus, tapi tetep aja, amin...terimakasih doanya :-)
ReplyDeletesama2, wah mbak dari farmasi to?
ReplyDelete**jadi inget dulu kampusku berhadapan dengan kampus farmasi, makanpun sering di kantin farmasi, jadinya banyak kenal anak2 farmasi dan sampai lama kita hanya bisa geleng2 denger cerita mereka, bahwa butuh 4 SKS (apa 6 ya?) sendiri untuk hanya mempelajari bagaimana membuat obat dalam kapsul....menurut mereka sih itu membosankan, tetapi menurutku itu cool! karena terbayang acara kuliah akan seperti main2 bikin2 kapsul gitu wekekekekekek :-D**
yah...aku yakin mereka juga bukan sengaja Trid...hehe..
ReplyDelete**kecuali temen2 yang pada komentar disini, tuh **uughhh** kayanya sehabis baca malah pada sengaja nyalah2in si kaprah....gemeesss** :-D
**gubrax**
ReplyDeleteada istilah baru dari dwina...wekekekek :-D
wakakaakakakak susah tuh Teteh.... harus lulus mata kuliah Psikologi Lidah dulu **biar bisa melet2 kan?** :-b <===kaya gini!
ReplyDelete:-D
uuuggghhhhhh!!!!
ReplyDelete**lari kejar mbak Cop2 buat cubit pipi cempluk** senengnya dikau sudah ada disini sayanggggg....!!!! :-D
Jadi, manggilnya apa neh? Bu Haji ajah yah! :)
ReplyDeletenaaaaaaaahhhhhh ini dia bu Hajji nya udah ngempi lagi...**lari2 peluk elly**
ReplyDeleteaduh kapan itu aku surprise bgt terima sms dari tanah suci lhoooo....gimana sehat Bu Haji? :-D welcome back to empi yaa...semoga hajinya mabrur dan pahala lebih-lebih dari membina dan mendampingi jamaah lainnya...aminn..
:-)
**habis ini mo meluncur ke mp nya situ ah, kali aja ada oleh2 cerita dari tanah suci** hehehe
aku manggilnya bu juragan aja deh ya...
ReplyDeleteitu tandanya mbak wahida cocok jadi psikolog beneran I mean berprofesi psikolog dan buka praktek...*didoaken lho dr sini* who knows lho mbak...btw nek jenengan sih gpp, S.Psi dipanggil bu psikolog, lah aku S.Kom (komunikasi) dipanggile bu Kokom...wakakakakak btw aku dulu nyaris mau ambil jurusan Psikologi lho..suka aja baca2 ttg psikologi.
ReplyDeletetfs
Mbak... daripada risih & menyangka orang tidak paham arti psikolog & psikater, mendingan diAMINi aja pangilan mereka itu. Anggap aja, panggilan itu sbg doa. Tapi kalo dianggap sbg para normal, nah...ini dia yang kudu buru-buru diluruskan....:)
ReplyDeleteMeski dgn penjelasan ini saya makin paham arti sebenernya, tetap aja saya masih doyan tuh manggil bu psikolog ke temen2. He he he...*selain usil, juga doa -kan mbak*
Gmn Bu Psikolog???;)
**gubraxx**
ReplyDeleteyang ini dudul! :-b
btw ini salah satu yang aku suka dari mbak wiwie...suka mengejutkan! :-b hehehe
oalah....
ReplyDelete**menghela napas dengan pasrah** :-D
wakakakakakakak asli aku ngakak baca ini mbak! :-))))
ReplyDeleteada-ada saja...
wah karena suka baca2 ttg psikologi, berarti mbak Luki pantas juga dipanggil "psikolog" oleh kita2 doong!
**nyari2 korban balas dendam wekekekekek** :-D
mas iwannya yang paranormal...
ReplyDeletepernah nonton Growing Pains ga dulu?
ReplyDeletesi bapaknya itu psikiater kan ya?
waktu di pesawat ada ibu-ibu yang akan melahirkan.. trus dia mau membantu..
pas tau si bapak ini (kok gw lupa nama tokohnya...) seorang psikiater,
si ibu itu protes :"aku mau melahirkan! bukan berpikir akan melahirkan!"
XD
Duarrrr....! *sambil tiba-tiba meluk Wahida dari belakang*
ReplyDeleteBaru baca nih Mbak... Kalau beda psikolog-psikiater udah lumayan tahu, tapi soal profesi psikologi ini baru ngeh setelah baca tulisan Mbak... Papa dulu penginnya aku juga masuk psikologi (kayaknya terinspirasi Leila Ch. Budiman lagi), tapi masuknya malah jauh bener :).
ReplyDeleteKi Joko Meler dong! hahahahaha
ReplyDelete:-))
hahahahahahha
ReplyDeletewah enak juga ya kalo untuk melahirkan kita tinggal berpikir aja, trus bayinya tiba2 udah nyeprot keluar, we don;t have to thru those pains all over :-D huehehehh
adoohhh!!!! **terkejut**
ReplyDelete:-D
wah, lulusan STAN boleh juga dibilang psikolog La, psikolog angka....wekekekekek :-D
ReplyDeleteWahida, ini Sari. Aku boleh koreksi? Titelnya psikiater itu benernya Sp.KJ (Spesialis Kedokteran Jiwa) bukan Sp.J (Spesialis Jiwa), sayangku. Coba kamu tanya sama Bu Marlina, mantan dekan, titelnya bener yang mana? Yo wis ngono ae... sukses selalu dalam segala hal ya.
ReplyDeleteWahida, ini Sari. Aku boleh koreksi? Titelnya psikiater itu benernya Sp.KJ (Spesialis Kedokteran Jiwa) bukan Sp.J (Spesialis Jiwa), sayangku. Coba kamu tanya sama Bu Marlina, mantan dekan, titelnya bener yang mana? Yo wis ngono ae... sukses selalu dalam segala hal ya.
ReplyDeletehaiiii senengnya liat Sari disini, hehe...
ReplyDeletetentu sangat boleh mengkoreksi, dan memang bener itu titelnya :-D
suwun yaaaa hehehe
Sar, mas Erdian ternyata juga punya Multiply tuh :-)
ReplyDeletebrowsing2, nemu web ini mbak, salam kenal :)
ReplyDeletesaya tadi sedang cari2 informasi, bagaimana belajar psikologi tanpa harus kuliah S1. adakah program pendidikan seperti itu? saya lulusan teknik, skrg profesi sebagai guru. ingin belajar tentang psikologi, tp rasanya gak mampu kalo membayangkan harus kuliah S1 lagi, hehe.. terima kasih sebelum dan sesudahnya :)
salam kenal juga, makasih sudah mampir disini ya mba :)
ReplyDeletewahhh banyak jalan menuju roma, tentu. coba google saja pasti akan banyak yang bisa dipelajari, belum lagi perilaku manusia ada di sekitar kita, bahkan dalam kehidupan pribadi diri kita sendiri, jadi tak akan kehabisan sumber deh....saya juga masih terus belajar sampe sekarang dari artikel2 di internet, sekedar apdet karena saya kan ibu rumah tangga yang tidak terjun bekerja secara profesi di bidang psikologi :)
selamat belajar :)