bangunannya paling besar, tinggi dan paling megah
itu atap sirapnya baru diganti dengan yang baru (penggantian sirap dilakukan 10 tahun sekali)
:::::.....
Beda dengan kunjungan yang pertama, pada kunjungan keduaku di Lombok kali ini, aku belajar banyak tentang Suku Sasak, suku asli Lombok. Terutama dalam perjalanan dari Senggigi menuju ke Kuta Mandalika (di Lombok Selatan). Perjalanan yang aslinya bisa dicapai dengan 1,5-2 jam, jadi molor karena kami sempatkan untuk mampir2 di beberapa tempat. Acara mampir yang sangat menyenangkan karena kami jadi berkesempatan menghabiskan waktu bersama orang-orang asli Sasak, dengan segala pernak-perniknya. Berikut ini catatan tentang 2 hal yang unik dari Suku Sasak :
TENUN SONGKET
Ampiran pertama, hari itu aku mengunjungi Desa Sukarare, sebuah desa yang dikenal menjadi pusat kerajinan tangan Tenun Songket. Kami menuju suatu rumah luas yang memang menjadi sentra kerajinan tangan Lombok.
Senangnya, karena ternyata pengunjung disitu bisa mendapatkan kesempatan mencoba menenun! Pertamanya, aku nggak yakin dan takut malah merusak hasil kainnya. Tetapi dengan bimbingan langsung dari sang penenun, ternyata aku sempat juga menenun barang 5 baris benang. Duhh tapi jangan ditanya...konon, untuk menyelesaikan kain tenun sebesar sajadah, mereka bisa menghabiskan waktu sampai sebulan. Kalau aku yang mengerjakan, mungkin sepuluh tahun pun belum tentu selesai itu kain. Hehe... Tapi lumayanlah, mbak penenun sempat mengaku keheranan dan bilang tenagaku kuat juga ketika menenun. Katanya, kalau waktu menghentakkan alat tenun itu bisa keluar bunyi “dhog” yang khas, itu tandanya sudah cukup kuat, dan pada percobaan pertamaku, bunyi “dhog” langsung keluar dengan keras sampai aku sendiri aja kaget **hihi**. Pokoknya nggak rugi tiap hari dikasih “makan” paku dan besi beton sama suami kan?? :-D
Melihat bagaimana proses dan telatennya tenun songket dibuat, dalam hati aku berjanji nggak akan mengernyitkan dahi lagi melihat harga kain songket yang asli itu.
RUMAH TAHI KERBAU
Dari Ds. Sukarare, kami kemudian mampir lagi di perkampungan asli Sasak. Kabarnya, di kampung inilah sampai sekarang masih bisa ditemui kehidupan masyarakat asli Sasak. Dari bentuk rumah, kebiasaan2 sampai cara hidup mereka.
Turun dari taksi, kami disambut beberapa pemuda yang ngepos di sebuah posko kecil didepan gerbang desa. Salah satu dari mereka kemudian mengantarkan kami untuk memasuki kampung. Yang pertama kali menyita perhatian tentu saja adalah bangunan yang ada disitu. Sebelumnya, kami sudah mendengar kabar bahwa lantai rumah Sasak dibuat dari tahi kerbau, ini yang nggak sabar ingin aku lihat.
Bangunan pertama didepan gerbang adalah lumbung padi. Masyarakat asli Sasak memang hidup bertani. Jadi seperti juga masyarakat petani Indonesia dari dulu kala, nasi yang mereka makan adalah benar2 hasil dari bercocok tanam mereka sendiri. Ini menjadikan bangunan lumbung menjadi penting. Kelihatan sekali, lumbung di kampung ini selain berada didepan gerbang masuk, juga merupakan bangunan dengan ukuran terbesar, tertinggi, pokoknya termegah. Ketika kami ada disana, lumbung lumayan penuh, tapi Agung si guide mengatakan bahwa sebenarnya itu termasuk sedikit. Karena musim yang tidak bisa ditebak, hasil panen kali ini kurang memuaskan. Maklum, karena masyarakat kampung itu memang masih bercocok tanam dengan hanya mengandalkan air hujan saja.
Setelah lumbung kami pun memasuki satu persatu rumah Sasak. Aku yang dari awal sudah terpesona dengan atas sirap di lombok, merasa bersemangat sekali memasuki kampung berpenghuni sekitar 160 orang penduduk asli yang masih mempraktekkan cara hidup asli (tradisional) ini. Masyarakat Sasak biasanya (dan kebanyakan) adalah muslim. Agung menerangkan beberapa filsafat Sasak dibalik berbagai hal. Antara lain, atap teras yang dibuat rendah supaya menjadi peringatan agar tamu yang datang menundukkan kepala (pertanda hormat pada tuan rumah). Juga tentang lantai tahi kerbau yang ternyata menyimpan falsafah tersendiri. Lantai rumah memang merupakan campuran antara tanah liat dan tahi kerbau. Tanah liat menyiratkan makna bahwa manusia diciptakan Allah dari tanah, dan nanti ketika meninggal akan kembali ke tanah. Sedangkan tahi kerbau merupakan perwujudan kehidupan mereka. Sebagai petani, buat mereka kerbau adalah partner dalam bekerja mencari nafkah kehidupan. Agung cerita bahwa ketika proses pembangunan rumah berlangsung dan lantai masih basah, memang baunya sangat menyengat (uhh aku bisa bayangkan), tetapi ketika mengering tahi kerbau terbukti merupakan bahan perekat yang sangat baik untuk bangunan rumah. Aku hanya nggak membayangkan kerbaunya, kebutuhan tahi untuk membangun sebuah rumah kan cukup banyak?? Mungkin ketika bangun rumah, orang Sasak memberi makan kerbaunya banyak2, supaya bisa mengeluarkan tahi banyak2 juga ya??? :-D
Kemudian ketika kami bertiga masuk ke sebuah rumah penduduk, Mas Iwan sudah sibuk jepret2in kameranya sementara aku dan Agung saling terheran-heran terhadap masing-masing. Aku heran karena ternyata banyak juga bahasa Sasak yang mirip dengan Jawa (misalnya ‘telu’ yang berrati tiga, ‘bale’ yang berarti rumah dan ‘pawon’ yang berarti dapur) , sedangkan Agung juga heran bahwa ternyata aku cukup akrab dengan lantai tanah, pawonan (tungku dari tanah dan api dari kayu) dan kondisi tradisional lainnya. Aku bilang, bahwa ketika kecil, aku masih sempat tinggal di rumah yang setradisional ini, dirumah nenek buyutku.
Tetapi berbeda dengan rumah di Jawa, bale Sasak hanya terdiri dari satu kamar saja (rata2 berukuran sekitar 5x5 meter. Kata Agung, pasangan Sasak yang baru menikah memang tidur didalam rumah. Tetapi ketika mempunyai anak, ini berubah. Si suami harus tidur diluar (di teras) sementara si ibu tidur didalam dengan anaknya. Kalau si anak laki-laki, dia juga hanya boleh tidur didalam bersama ibunya sampai umur 6 tahun saja. Setelah itu, dia pun harus bergabung dengan ayahnya tidur diluar rumah.
Kunjungan kami ke kampung Sasak sangat berkesan. Sayangnya harus berakhir karena saat itu waktu sholat Jumat telah tiba. Hikmahnya, si Agung jadi mengajak Mas Iwan sholat Jumat bersama di masjid dekat kampung. Kata Mas Iwan, disitu dia banyak sekali menerima keramahan penduduk setempat. Aku yang menunggu di warung depan masjid sambil minum, juga mendapat keramahan dari ibu pemilik warung yang surprisingly, ternyata adalah istri Agung (eh tapi namanya bukan Maya lho huehuheh).
Selepas dari kampung Sasak, kami langsung menuju ke pantai Kuta Mandalika, yang kabarnya memiliki pasir yang sangat unik, tak ada duanya di Indonesia. Mau tahu seperti apa? Tunggu aja di CaMbok selanjutnya yahh... ;-)
wonder woman, hebaaat bisa membunyikan "dhog"
ReplyDelete*jadi kuat, kamu sarapan ndhog tha nduk?*
pake pemandu wisata atau gimana ini?
ReplyDeleteall in semua di satu ruangan? hebaat
ReplyDelete*inget apartemen type studio, masak, tidur, mandi di satu ruangan*
ini juga ngga aneh, di rumah Mbah Uti nya anak2 pawonnya masih kaya gini :)
ReplyDeletehawanya bagaimana ? panas? sejuk?
ReplyDeleteseru ya jalan2mu Wahida....seneng mbacanya
*komat kamit make a wish ke Lombok*
klu malu ya tutupin dwooong hahahaaaaa
ReplyDeletekeren ant
ReplyDeleteayem tentrem
ReplyDeletehéh ant, itu di belakangmu banyak gedung2 baru ya ?
ReplyDeletenjenengan turunane gathotkaca yo mbak? otot kawat balung wesi... kuku paku pipi beton... *peace...*
ReplyDeleteaku sik penasaran karo jedhinge mbak.. koyok opo?
kulo mebndinten sarapane wesi kaliyan paku mbakyuuuu :-D
ReplyDeleteiya, disitu banyak pemuda2 yang siap menyambut begitu ada pelancong datang kak....dan aduhhh...bayarnya juga seikhlasnya kita :-(
ReplyDeleteEntok gayane thok! hihihi
ReplyDeletegak sempet ke sukarare..
ReplyDeletepadahal waktu ke Kute sempet ngelewatin, tapi waktunya mefeeettt..
betul kak, persis apart studio....bedanya.....
ReplyDeleteyang ini tanpa listrik, dindingnya anyaman bambu, lantainya tahi kerbau (hihi bayangin kalo ada apartemen lantainya tahi kerbau gimana ya?? wekekekek) dan disini para lelaki tidur diluar rumah **wecks ga bisa ngobrol2 tengah malam dong**
benerrr.. bayarnya seikhlas kita. tapi penjelasan yang mereka berikan seperti guide profesional!
ReplyDeletewah sama dong **toosss**
ReplyDeletejaman dulu aja, aku selalu main di kebun dan bikin "pawonan" sendiri dari tumpukan batubata, trus nyari umbi2an dan kayu, umbi2annya direbus disitu trus dimakan bareng2 duhhhhh nostalgiaaaaaaaaa :-D
kalo disini lumayan sejuk kak, karena masih desa banget gitu lhooo
ReplyDeletetapi kalo di mataram, udara cukup panas juga apalagi kalo siang hari
kalo dipinggir pantai biar panas tapi anginnya boowwww jadi ya silir2 gitu deh :-D
**mengamini komat kamitnya kak mia**
huehue itu sudah aku tutupin....tutupnya gedeeeeee jadi aman dia yul :-D
ReplyDeleteinget desa Gendingan yul??? rumahnya nenek buyutku disitu, dulu bahkan ketika sudah SD pun aku suka pulang kesana, jalan kaki **hueuehuhe padahal lumayan jauh tuh** dan disana dapurnya masih kaya begini bahkan sampe sekarang ketika nenek buyut sudah nggak ada :-)
ReplyDeletekangen yg kaya gini kan hayoo???? hehehe
ReplyDeleteaku saja yang di surabaya sering kangen, apalagi kamu ya :-D
iya, yang ini tempatnya lain lagi yul, bukan di desa asli sasak tadi....sudah di tengah keramaian dan pasar modern :-)
ReplyDeleteaaaaahhhh aku lupa gak nulis tentang kamar mandi yaaa???
ReplyDeletekamar mandi gabung sama dapur, dan yaahh **kamu pasti udah membayangkan**
dinding separuh,
atap terbuka (ada sirap tapi kecil nggak menutup semua bagian),
bak dari tanah plus gayung batok kelapa
dan WC yang *guess what* TIDAK ADA !!
(ah aku kok ya lupa nanya gimana kalo mereka pup, atau jangan2 pupnya dibikin jadi lantai juga??? weleh weleh...)
turunan gatotkaca nggak, tapi bojoku lak dodolan paku wesi lan sak panunggalane?? heuheuhehu :-b
asli Ell!!! **tanpa malu2 malah bangga, mengaku**
ReplyDeletehahaahahahah
aduh sayang........aku juga nggak bisa puas keliling kampung karena keburu waktunya sholat jumat... :-|
ReplyDeletebetul, si Agung yang nganterin aku itu malah bisa bhs inggris dan perancis juga, weleh weleh...
ReplyDeleteyang melas adalah sawerannya El, aku sempat lihat di buku tamu di pos, ada sebuah nama bule tercatat disitu, tapi tertulis sawerannya 'cuma' 5000 (alamak apa dia keliru ambil uang rupiah ya?? huehehue)...
pertamanya aku bingung kenapa kok kita harus nulis jumlah saweran juga, tapi bener juga kata Agung, biar bisa kelihatan jumlahnya dan nggak ada anak2 yang jaga yang bakalan bisa korupsi :-D
aku off dulu, Abe minta dibikinin udon sup udang buat berbuka **alamak mintanya last minute bangett** heuheheu
ReplyDeleteselamat berbuka semuanya...... :-)
mauuu udon sup udangnya, aku cuma bikin es jagung *males*
ReplyDeletedipikirnya yang sini rajin?? orang itu juga udon instan kok heuheuheue
ReplyDelete**anterin semangkuk buat kak mia, srluppp pedes2 kecut enyaakkkkkk**
*nostalGILA*...
ReplyDeletesecara dulu tinggal di Lombok..paaasss jaduull kalaaa...
*nunggu lanjutannya*
buat aku manaaaa....
ReplyDeletepasti abis mbok gawe rusak....!!!!!
ReplyDeleteiya, aku baru baca di friendsternya mbak Iya kalo ternyata dulu TK di mataram ya...? :-D
ReplyDelete**ikut nunggu lanjutannya** lhoo??? :-D
kerang dari pantai aja ya?? lumayan kan buat korok kuping??? :-D
ReplyDeletehueheuheuheh siriiiiiikkkkkkkkkkkkk **melet**
ReplyDeletebau apa ya iniiii....??? ooohhh bau jempol kakinya Wahid...., pantesaaannn.......
ReplyDeletenek kerjo sing serius, ojok pringisan....
ReplyDeletebalung wesi otot kawat yo Da....., Gatotkoco lak an...:)))
ReplyDeletekalo dimintanya seikhlasnya gitu malah kitanya pengen ngasih lebih yaaa.....*salut ama pemuda sasak*
ReplyDeletelha iyo, santai ngene yo enak loh...., lha cobak kene, internet ngadat sedino ae misuh2....hahahaha.....
ReplyDeleteiku karung putih2 isino opo, Da...?
ReplyDeletetapi studiomu moderen lah Mi...., lha ini tiker gitu loh....
ReplyDeletebener2 minimalis nih....
ReplyDeletemereka bisa baca, tulis ga Da...??
ReplyDeleterasa masakannya biasanya lebih enak, karena ada aroma kayu bakar ato arang??
ReplyDeletepengaruh jawa sangat kuta di bali... pengaruh bali konon sangat kuat di lombok... jadi ya wajar ada bahasa yang akhirnya sambung menyambung dari jawa sampai lombok :D
ReplyDeletejadi pengen ke Lombok, tapi yg jalan2nya kaya kamu gini persis, jangan yg cuma enak2an di hotel....
ReplyDeletexixixi... 5 baris benang berapa jam?
ReplyDeleteini mirip sama "Indian Reservation" disini Da..., jadi ada beberapa daerah yg memang dikhususkan utk mempertahankan kehidupan asli / tradisonal beberapa suku2 Indian disini....
ReplyDeleteOhya sama ada lagi suku "Amish" disini, yg masih ga mau terpengaruh modernisasi samasekali..., jadi baju2nya masih jadulkala yg kurungan ayam itu, trus ga pake listrik, hidupnya cuma bercocok tanam, kendaraanya masih kereta kuda..., dan sekolahnya homeschooling semua....
ini desa tetangga ya...?
ReplyDeletenama lumbung ini dalam bahasa lombok apa mbak? kalau di bali namanya gelebeg :))
ReplyDeleteoohhh yg anak2 udah sekolah yaa..., baguslah...
ReplyDeleteloh... kalau suami istri gimana gitu mbak? ;))
ReplyDeletenah itu yang saya maksud... *gimana ngobrol tengah malamnyanya yach*
ReplyDeletekayaknya di foto sebelumnya juga wajahnya ngak nampak... mesti malu sama mas iwan :))
ReplyDeleteventilasinya banyak juga ;))
ReplyDeletengga' ada jendela?
ReplyDeletetumben photonya banyak yang ngga' fokus, mas Iwan?
ReplyDeletebiasanya oke-oke banget!
haruuuuuummmmmmmmm :-)
ReplyDeletelho, iku serius mbak!
ReplyDeleteserius pringisane... :-D
iki GATOTKACA tapi wedok, jenengku MBETOTKACA :-D
ReplyDeleteiya, dan servis dan keramahan mereka memang nggak kalah sama guide yang berbaju rapi2 gitu....padahal bajunya rata2 cuman kaos dan sarung :-)
ReplyDelete**aku yo salut**
hahaahahhahahah ho'oh yo mbak..?? wesss payahhh nih kitaaaaaaa :-D
ReplyDeleteberas mbak...
ReplyDeletekatanya sekian waktu sekali, ada acara pengambilan beras dari lumbung, trus dibagi2 ke semua penduduk desa
makanya, aku jadi membayangkan ada nggak ya apartemen studio yang lantainya tahi kerbau
ReplyDelete**halooo mbak sisil...suamimu kan pengembang, ide bagus kan ini???**
**mengko tak minta mas Iwan nyuplai tahi kerbaunya huehuheh**
minimalis kok ketok e keren ngono mbak **pancen lagi ngetren** :-D
ReplyDeletekata guidenya, yang generasi umur-umur 30 keatas, PASTI NGGAK BISA BACA TULIS!!
ReplyDeletetapi generasi selanjutnya, sebagian kecil bisa
sedangkan yang sekarang masih anak-anak sampe usia SMA, rata-rata sudah pada sekolah
betulll aduhhhh aku jadi kangen dapur nenek buyutku hikss
ReplyDeletetermasuk budaya rambut gondrongnya ya bli..?? :-D
ReplyDeletepodo selerane dewe mbak...
ReplyDeletehotel memang mengundang selera, tapi jalan2 ke pedalaman masyarakat gini memberi kesenangan yang tidak kalah...sekarang yang kaya gini belum bisa sering kulakukan **anak2 masih kecil** tapi kalo mereka udah besar, aku dan suami pingin banget ajak mereka jalan2 ke seluruh pelosok tanah air, pasti asyiiiikkkk :-)
ada kalo setengah jam, plus puluhan bulir keringat dikepala ini bli...hihihihihii
ReplyDeleteaaaaaahhhhhhh jadi pingin tahuuuuuuu
ReplyDeletejauh nggak sama rumahmu mbak??? sempatin dong jalan2 kesana **nyuruh** trus foto-foto diposting....
dengan segala hormat, kebudayaan mereka2 inilah (org2 tradisional) yang merupakan cikal bakal kebudayaan kita sekarang ini, dan aku pun ketika kecil masih sempat merasakan hidup tanpa listrik dan menghabiskan waktu hanya bergaul dengan orang sekitar **tak ada kegiatan yang bersifat individual sama sekali** dan aku akan terus ingat betapa dulu nggak banyak orang yang stress atau keluarga yang brokenhome.....hidup damai dan sentosa..... :-)
ini di desa itu juga, tapi bangunannya sudah agak besar, dan bentuknya sudah sedikit mengadaptasi bangunan modern ya..? :-)
ReplyDeleteoh iya, kalau di Sasak namanya BALE TANI :-)
ReplyDeletegelebeg?? aiihh...apa karena disitu sering diadakan acara gelebeg sahur bli??? **ngawuurrr.com huehehehuhe**
iyah, waktu aku kesitu, ada segerombolan anak laki2 yang cangkruk, dan mereka sudah berteman radio transistor **yang batere itu** dan lagu2 band jaman sekarang lah yang sedang terdengar :-D
ReplyDeletesemoga pemerintah Lombok terus konsisten menjaga keaslian kampung ini, yah paling nggak dari bentuk bangunannya....lain kali aku ke Lombok, pingin banget aku coba berkunjung disini pada malam hari !! :-)
gimana gitu apanya???
ReplyDelete**pura2 oon**
oalah......ngomong dong ah! :-b
ReplyDeleteya gampang.... kan hanya terpisah dinding bambu???? yang pasti hanya ada satu cara : ngobrolnya harus pake acara teriak-teriak!! **huahuahahahhahau**
wah bli kok perhatian ya?? hehe iya kali, padahal orangnya manissss....coba bli ikut memotret kesitu, pasti dia bisa keluarkan semua XPRESI-nya heuheuhuheu :-D
ReplyDeleteaku lupa bilang, di bangunan rumahnya itu gak ada jendela sama sekali lho!!!
ReplyDeleteuntung dindingnya anyaman bambu, jadi masih ada udara masuk dari sela2nya anyaman :-)
sama sekali !
ReplyDelete:-D itu siang hari aja gelap banget disitu :-D
kamu perhatian banget Rik...??
ReplyDeletememang, waktu itu ganti lensa pendek di taksi, jadinya agak dudul...
waktu keluar dari sini dan kita lihat2 hasilnya, loh kok pada gak fokus???
ternyata pasang lensanya kurang "klik"
aduh sayang bangeettttt...... :-(
hebat nih Arik kok bisa tahu, kata orang jawa : titen :-D
Kelon...kelon....ah iki sok o'on.....................
ReplyDeleteapa mbak?? nggak denger aku..
ReplyDelete**tadi oon sekarang budheg**
hayo ojok diterus2ne maneh yooo??? :-b
ibuk mo jd pengusaha tenun songket tho....kekekekekekekek....
ReplyDeletekangen sm suasana rumah gedek gini mbak...:-))
ReplyDeletekoleksi klosone akeh tenan rek..hehehe
ReplyDeleteono poster artis sgala ya mbak...hihihiih
ReplyDeletendeso bgt ya mbak suasananya, btw kampung keluarga yg diMadura jg hampir sama kyk gitu lho mbak...alami bgt
ReplyDeletepengusaha?? terlalu muluk mbak :-D
ReplyDeletepengrusuh tenun songket kali hihihi
podo mbak..... :-D
ReplyDeletePak Agung si guide sampe heran kok aku kelihatan familiar banget sama rumah seperti ini, lha wong cilikanku pernah tinggal dirumah seperti ini kok :-D
satu kloso buat satu orang...
ReplyDeleteberarti memang anggota keluarganya banyak kali ya :-)
ho'oh!
ReplyDeleteaku yo pertama masuk langsung mbatin ngono!! hueheuheu
asyik yo mbak, gak ono hingar bingar babar blas...bahkan di sekitar rumahku di Tulungagung sekarang ini sudah susah nyari suasana kaya gini......kalo pingin ya harus masuuukkkk ke pedesaan atau naiiiiikkkkkkk ke pegunungan....
ReplyDeletetapi asli suasana gini bikin kepala jadi rileeeeeeekkkkkssssssss bener :-D
life is so simple there....
ibu pemilik warung yang surprisingly, ternyata adalah istri Agung (eh tapi namanya bukan Maya lho huehuheh)....
ReplyDeletebelajar jadi tongkolman?? surprisingly segalaa....
-bu pemilik warung-
*skip this page*
ReplyDeleteada mambu gak jelass...... jemppoollll.... aaarrgghhh.. gak tahaaaann....
aku dulu yo belajar gitu pas di Lombok, tapi gak telaten.... buyaarrr !!!
ReplyDeleteakhirnya liat-2 kain yang udah jadi ajaaa.... boleh dipake loohh, trus foto.... jadi kita foto berempat (Rere belum lahir) pake adat Lombok...
akuuuu !!! akuuuu juga maauuuu... *mendesak dan menyelip biar keliatan ama JB*
ReplyDeletekenapa juga harus diulang lagi pernyataan welcome to Sasak Village??
ReplyDeleteKirain nulis terjemahannya.... selamat datang dirumahnya si Sasak..
oohhh, kamu punya temen di Lombok toohhh????
udah buka sekarangggg.... jadi boleh diterusnoo..
ReplyDeletejadi gimana kalau suami istri??
njelehiiiiii.....
ReplyDelete*mulai bersungut sungut*
jangan-2 ada fotomu pas masuk KORAN ituuuuu, dipajaaaannggg...
ReplyDeleteDulu aku ber tiga belas (keluarga besarku) keluar masuk rumah tenun dan rumah temenmu si sasak itu, sewa bis mini biar bisa tetep 1 kendaraan ama tour leadernya dari hotel......
ReplyDeleteNgeliat Chacha ama Darryl yang bengong-2 liat rumah asli ini, haahhaaa.... sedang Rere masih umur 11 bulan, belum ngerti... Chacha ama Darryl HARUS belajar dan tahu kehidupan seperti itu...
**bingung**
ReplyDeleteini taun berapa siihhhh??? yang jelas MA masih langsing waktu aku ke Lombok itu Mbakkkkk
tapi masih cukup tahan untuk ngetik komentar gitu lho
ReplyDelete**wekekekek wekk!!**
wah masa?? tahu gitu aku foto2 sama mas iwan lak seru yooo??
ReplyDelete**ben tambah mbleneg kamu liat fotoku sebanyak gambreng huehuehu**
sama mbak, salut banget sama mbak2 ini, mereka telaten banget menghbaiskan waktu sehari2 didepan alat tenun.....kalo kita pasti wis kriting sak kain tenun2e yooo :-D
**jelasin ke pak penjaga toko**
ReplyDeletePak Pak... yang itu saya nggak kenal Pak....**nunjuk rambut jigrak** bukan tanggungjawab saya dia Pak...
**melenggang dengan tega**
**baru nyadar**
ReplyDeletewakakakakakak iya ya??
wis babhno, lek tak hapus atau tak ganti, mengko komentarmu malah ketok jadi aneh kan?? :-b
**oke kita teruskan**
ReplyDeletejadi ya suami istri itu harus saling menyayangi, menghormati, saling mengingatkan kalau ada salah satu yang dudul, gituuu **nada ala khotbah nikah**
hah hah hah **tertawa puas**
ReplyDeletesungutmu gak ketok, ketutupan rambut jigrak mbak..
**pingsan**
ReplyDelete**shakehead ala tongklman**
ReplyDelete13?? dan semua punya gen mirip kamuu??
untung Lombok nggak jadi geger dan gempa ya waktu itu???
heuheuheu pastinya ya, kebayang Cha ama Darryl, mereka kan terbiasa di Jakarta yang yaa...gitu deehhh.....
kalo aku mbayanginnya, Abe bakalan buanyakkkk tanya ini itu nggak keruan...
dulu waktu dia kuajak dirumah sodara di desa **yang fotonya jadi background theme MP ku ini lho mbak** dia nggak berhenti tanya ini itu sampe capeekkkkkkkk yang ngeladeni...sampai akhirnya dengan suara keras dan insenitive, dia berujar "Ibuuuuk, aku nggak mau kalo kita nanti punya rumah kayak gini, nggak ada listriknyaaa"
alamak..........isin aku mbakkk...... :-(
ini MA enduth kan cuma karena masuk angin, jadi kembung gitu loooohhh.... *kalem*
ReplyDeletemasuk angin bertahun-2 kok gak selesai-2 yaa...
Jadi Mas Iwan tiap pagi siang malem kothbah terus dong ya ke kamu, saking kau dudulnya.....
ReplyDeleteJB, bangun doonngg...
ReplyDeletemalu ama pak kelapa suku, udah masuk koran tapi kok pingsan karena liat fotonya sendiri di koran, disepanjang sisi rumah sasak....
13 orang dan yang punya gen kayak aku itu 2 orang, yang lebih dari aku itu 1 orang, yaitu adikkku yang kecil... itu luar biasa, aku pangkat sekian dehhhh.... :))... kamu harus kenal !!
ReplyDeletehahaha, si Abe.... poloossss losss losssss....
yang denger dia lantang bersuara sapa ajaaaa???? hahaahahaahahaaaa
masyaallah, aku membayangkan angin dalam tubuh itu sudah kaya apa ya..??
ReplyDeleteudah jadi tornado, puting beliung gak keruan tuh....**pasti jadi takut ngerokinnya, takut si angin keluar kaya roket dan tiba2 MA sudah mendarat di mars**
ya nggaklah mbak, aku dudul kan nggak tiap pagi siang malem juga......
ReplyDeletetapi TIAP JAM! :-D
waduh iyo kapan2 crita o ttg dia ya **deg2an** :-D
ReplyDeleteyang denger abe ngomong ya termasuk yang punya rumah !! wakakakkak jan isin tenan aku...untungnya begitu keluar rumah dia suka, banyak sapi, main di sawah lari2 nggak keruan, trus pulangnya waktu disuguhi minum beras kencur dia sukaaaaa......jadinya ya lumayan terhibur sodaraku itu :-D
asal jangan ditambahin avtur aja, bisa makin menjadiiiii..
ReplyDeletedi sade bukan ini?
ReplyDeletesade? wah maaf saya nggak tahu apa itu sade :-)
ReplyDeleteyang saya tahu ini desa :-D