Sunday, May 1, 2011

Umur? 34 Tahun. Pekerjaan? Tukang Mewek

Jumat 29 April 2011 kemarin, pagi-pagi aku sempat bertekad untuk tidak mewek hari itu. Bukan hanya hari itu sih, akhir-akhir ini dengan gagah beraninya aku memang sering bertekad untuk menjadi manusia yang tidak mewekan lagi. Aku ingin mewekku hanya untuk dan karena urusanku dengan Allah saja. Aku tidak ingin mewekan lagi, kalau hanya urusan sepele semisal karena nonton film, atau kejadian yang sama sekali tidak serius sebenarnya. Sebenarnya...

 

Jumat kemarin itu, pagi-pagi aku sudah gagal total. Ketika meninggalkan acara sarapan bersama teman-teman yang ternyata sudah menyiapkan surprise berupa telur dan tepung yang kemudian sukses mendarat di kepalaku, pipiku sudah hangat oleh airmata haru. Yah paling tidak, selama berada bersama mereka, aku sudah berhasil menahan sesaknya haru yang sebenarnya sudah bergemuruh lama.

 

Lalu siangnya, Mas Iwan mengajak nonton. Filmnya berjudul The Company Man. Gagah ya judulnya, tapi lihat siapa yang menjelang film berakhir terisak-isak sambil pura-pura memeluk lengan suami disebelahnya padahal karena bermaksud menorehkan lengan baju suami ke matanya yang mengucur basah? (Ya, keluar nonton dengan lengan baju basah adalah salah satu “kekerasan dalam rumah tangga” yang selalu dengan sabar diterima Mas Iwan, karena aku nggak pernah membawa tisu wkwkwkwk)

 

Kenapa pasal aku mewek? Di film itu aku melihat efek dukungan seorang istri untuk suaminya. Ceritanya ada 3 laki-laki professional dengan background yang berbeda sama-sama menghadapi PHK mendadak. Dan akhir krisis yang mereka tempuh ternyata sangat berbeda-beda. Salah satu malah berakhir dengan bunuh diri. Yang paling bisa survive dari masa krisis ternyata adalah yang mempunyai istri paling suportif diantara yang lain.

 

Allah pasti tahu aku sedang perlu nonton ini. Beberapa bulan ini aku sungguh sudah menjadi istri pengeluh yang sangat menjengkelkan bahkan untuk diriku sendiri. Mas Iwan memutuskan untuk memulai unit usaha baru dan karena ini sudah unit usahanya yang kesekian kalinya, aku sudah hapal apa artinya. Masa-masa yang lebih sepi dan berat. Dia akan lebih jarang berada dirumah, kami jadi lebih jarang kencan berdua, segala macam ketegangan kerja yang membuat sisi lucunya berkurang. Semua itu. Bukannya aku merasa tidak sanggup, tapi rasanya aku belum merasa puas menikmati masa-masa tenang ketika usaha sebelumnya yang dimulai 2 tahun lalu itu, sudah mulai berjalan dengan baik. Aku nggak menyangka Mas Iwan akan memulai yang baru lagi secepat ini. Film itu, asli menyuntikkan insight baru kedalam diriku. Insight yang serta merta menembakkan pelurunya ke sisi pengeluh dalam diriku, dan aku berhasil melihat semuanya secara berbeda. Aku memang mewek, tapi paling nggak aku sudah tidak sepengeluh sebelumnya. Mudah2an aku tidak mengeluh lagi, syukur-syukur bisa mulai mensyukuri dan menikmati hal ini sebagai sebuah tantangan dari Allah. Aaminn.

 

Malamnya, ketika “me time” datang aku akhirnya bisa browsing di internet dan catching-up with the world’s biggest news that day : Prince William and Kate Middleton dalam “Royal Wedding” Abad ini. Sambil memantau LIVE di TV, Facebook dan Twitter, bisa kurasakan semua orang sibuk membicarakan acara pernikahannya sampai detil. Dari baju pengantin, baju para tamu, topi-topi lucu sampai dengan siapa perancang-perancangnya. Well, aku nggak bisa pura-pura bersemangat (walau aku menikmati pemandangannya) karena aku sama sekali bukan fashionista. Maka hal yang paling adil adalah menyimpan pendapatku tentang baju2 dan topi2 itu tetap berada di dalam hatiku saja, huehehehe.

 

Semakin malam (ketika liputan LIVE di TV selesai dan di Twitter gantian seru membahas ciuman penganin di balkon itu), didepan internet aku malah semakin tenggelam dalam topik Lady Diana. Tanpa bisa kubendung aku akhirnya kembali menyusuri cerita kehidupan Lady Di, dari kenaifannya ketika memasuki pernikahan dengan Prince Charles, perjalanan pernikahannya yang (asli) sangat menyedihkan kurasakan, sampai dengan carut marut kecelakaan di De’Alma Tunnel yang menewaskannya tahun 1997 lalu.

 

Suasana kesedihan yang ditimbulkan oleh wajah William dan Harry di pemakaman Ibunya (oh my...siapa yang bisa tahan membaca kata “Mummy” yang ditulis kedua anak itu dan diletakkan disamping karangan bunga lily diatas peti jenazah ibunya) bercampur baur dengan hingar-bingar pernikahan William. Tiba-tiba aku berhenti di depan foto Lady Diana, bertiga dengan William dan Harry yang masih bocah. Bukan foto resmi mereka sebagai keluarga kerajaan, tapi foto ketika mereka bertiga berpelukan secara “normal” layaknya ibu dan kedua anak yang sangat dicintainya.

 

Yah....aku akhirnya mewek lagi deh...

 

Sebagai seorang ibu, mungkin seperti ibu-ibu yang lain, aku juga pernah dihinggapi pertanyaan soal umur. Apakah kelak aku masih hidup untuk menyaksikan anak-anakku tumbuh dewasa? Dan saat mereka menikah nanti?

 

Membaca bahwa Kate Middleton sangat amat mengidolakan Diana - mendiang ibu mertuanya - walaupun mereka belum pernah bertemu, membuat mewekku makin kencang. Saat membaca bahwa nanti setelah menikah dan punya anak pasangan itu menginginkan tinggal di Kensington Palace (kediaman Diana ketika membesarkan anak-anak, dan ketika dia telah bercerai dengan Charles), mewekku semakin menjadi. Konon, William memutuskan ingin tinggal disitu, karena di tempat itulah dia melewatkan masa-masa paling bahagia dalam hidupnya. Yaitu masa kecilnya bersama ibunda tercinta Diana, yang konon akan melakukan apa saja supaya anak-anaknya bisa tumbuh secara “normal dan spontan, khas dunia kanak-kanak” ditengah kekakuan dan dinginnya budaya dan protokoler kerajaan. Sikap yang konon sering membuat Diana mendapatkan masalah itu, ternyata terekam kuat dalam ingatan William sebagai “masa-masa terindah dalam hidupnya” bahkan setelah 14 tahun kematian ibunya.

 

Nah.. Siapapun Anda pembaca yang seorang Ibu, pasti merasakan apa yang kurasakan saat itu. Maka lihatlah aku, Anda akan melihat sosok seorang Ibu yang teramat biasa, yang sekarang berumur 34 tahun tahun. Sama sekali bukan Diana, tetapi yang terinspirasi oleh Diana dan sekarang makin semangat berusaha menghitung detik mengukir kenangan seindah-indahnya didalam memori anak-anak mumpung Allah masih memberiku umur dan kesempatan. Dan soal rencana mengurangi hobi mewek itu, ahhh kelihatannya harus menjadi rencana jangka panjang....panjaaaaaang sekali....


Btw, jadi inget, dua hari lagi itu ulangtahun pernikahanku yang ke 15 tahun loh.....ihiks....**SROOOT**

 

Wahida::..

Sidoarjo, 1 Mei 2011

 

 

Thursday, March 24, 2011

Note Untuk Maria Mercedes

Jumat, 25 Maret 2011

 

Alhamdulillah kemarin siang kami berlima bisa ngumpul lunch bareng lagi. Siang sehabis ngaji tarjim, aku, Mbak Cindy dan Mbak Mona menyusul Bunda Agustin dan Mbak Sishiel yang sudah menunggu di Sutos. Kebetulan minggu itu Mbak Shiel dan Mbak Mona ulangtahun, jadilah kami yang  lain sudah menolak membayar dari awal. Akibatnya, kami yang tidak mau membayar ini kudu rela dipelototin Mbak Sishiel tiap kali menunjuk gambar  masakan yang berharga mahal di buku menu. Padahal kami baruuuuu saja menunjuk, belom order *nangis geru-geru*.

Wkwkwkwk. Bercanda kok. Kami akhirnya mendapat semua menu yang kami inginkan kok. Hehehe.

Kalo obrolan sudah berjalan, perut dan rahang pun mulai kaku karena tertawa. Mentertawakan siapa lagi kalau bukan diri kami sendiri. Dan ada bagian obrolan yang siang itu membuat kami asli meledak gak karuan sampai perut kaku mulas tak tertahankan.

Entah siapa yang memulai bercerita dan apa pencetus cerita ini mengalir, aku sudah lupa. Kalau nggak salah waktu itu Bunda Ag menceritakan pengalamannya ketika dulu masih bekerja kantoran. Dia bercerita bahwa kalau ada customer datang dan duduk didepanya, maka tugasnyalah untuk menyambut dengan sapaan “Selamat Pagi (atau siang, atau sore), ada yang bisa saya bantu??” plus senyum loplinya itu.

Nah, kebetulan hari itu tidak ada satupun customer yang datang, tetapi banyak sekali customer yang menelepon. Sehingga praktis seharian itu kata-kata yang bunda sering keluarkan dari mulutnya adalah “Halooooo??” sampai berpuluh kali. Sorenya, tiba-tiba saja ada satu customer yang datang dan ketika duduk di depan meja bunda, kontan bunda menyambutnya dengan sapaan yang latah : “Halooooo??”

Wahahahaahahahah

Kita jadi ingat cerita waktu Mbak Sishiel menggiring anak-anak nonton bareng film Karate Kid dulu. Seperti biasanya, dengan lugasnya Mbak Sishiel memberikan pesan pada anak-anak sebelum film dimulai. Tapi kali ini ada yang aneh dalam pesannya.

Mbak Shiel :  “Anak-anak, nanti kalau ada adegan kekerasan atau ciuman gitu, semuanya cepat-cepat tutup mulut kalian yaaa”

Anak-anak : Iya Buk....*patuh tapi tak urung wajahnya pada bingung*

Mbak Shiel : :”Eeehhh kliruuuu....tutup MATA maksudnyaaaa hihihihihihi”

Baru deh anak-anak bisa ketawa. Huahuahuahuahuahahahah! *bogem mb Shiel*

 

Bicara soal telepon dan kesalahpahaman, tiba-tiba saja Mbak Mona bercerita tentang kebiasaan generasi-generasi manula di tempat asal suaminya. Kata Mbak Mona, ada kakek-kakek yang terbiasa rapi jali ketika bertemu dengan seseorang ataupun menjamu tamu yang datang kerumahnya.

Nah, suatu kali ketika si kakek sedang bersantai dirumah, tiba-tiba handphonenya berbunyi. Dia angkat handphone, ternyata dari seorang kenalannya. Baru saja mengucap salam, si kakek permisi dulu kepada si penelepon. Dia meminta si penelepon menunggu dan jangan menutup teleponnya karena ada hal penting yang harus dia lakukan. Ternyata si kakek buru-buru pergi masuk ke kamarnya, mengganti baju dengan pakaian yang rapi, menyisir rambutnya serapi mungkin, setelah itu baru mengambil kembali teleponnya untuk meneruskan pembicaraan. Huahuauahuahua aku yang keluar rumah saja nggak pernah rapi, asli malu deh ama integritas si kakek ini. Salut Kek! Wkwkwkwkwkw!

 

Yang paling bikin kami berlima ngakak, Mbak Mona kemudian bercerita tentang telenovela.

Jaman dulu kan lagi musim tuh telenovela berseri macam Isaura, Maria Mercedes, dan lain-lain itu. Nah saat mengikuti jalannya cerita-cerita itu, banyak sekali ibu-ibu yang jadi lebih semangat shalat tahajjudnya. Semangat puasa Senin-Kamisnya. Semangat beribadah deh pokoknya. Dan alasan yang mereka kemukakan adalah ini...

“Pokoknya kita mendoakan Maria Mercedes supaya pas serialnya tamat nanti, dia bisa menikah dengan Jorge Luis”

Whuakakakakakakakakakakakakakakakak!!


Friday, March 4, 2011

Akhirnya... Kulihat Mbak Sishiel Pun Menangis

Kemarin itu, di sekolah Abe ada acara Jalasah Ruhiyah. Hari itu semua anak kelas 4 diinstruksikan untuk melaksanakan puasa Kamis. Jam pulang merekapun tidak seperti biasanya jam 4 sore, tapi sekolah menginstruksikan para walimurid untuk menjemput anak-anak ba'da Isya'.

Selain instruksi untuk menjemput jam 19.30 malam itu, kami walimurid juga mendapat pesan tertutup dari sekolah. Isinya, kami diharap kedatangannya jam 18.50 untuk acara "sungkeman" gitu. Tertutup, karena kehadiran kami direncanakan akan menjadi kejutan buat anak-anak.

Tahun demi tahun, acara ini terkenal karena kemampuannya selalu sukses membuat orang-orang mewek, bukan saja para walimurid tetapi juga anak-anak bahkan yang sehari-hari biasanya cool dan cuek bebek sekalipun.

Oke. Bahwa aku tukang mewek, semua sudah tahu itu, jadi nggak perlu dibahas lagi. Kali ini aku dan Wawa di twitter memilih untuk bertaruh : akankah preman kesayangan kita si Mbak Sishiel nanti bakalan mewek?? Sepertinya, Wawa pegang TIDAK YAKIN, dan aku pegang TIDAK TAHU. Wahahahaha taruhan macam apa ya itu?? *bogem Wawa*

Malam itu, disekolah ketika kami walimurid berkumpul, kita sibuk menerka-nerka apakah anak-anak kita nanti bakal mewek apa enggak. Suasana renyah dan penuh tawa karena belum-belum sudah geli aja membayangkan bagaimana kira-kira nanti jadinya.

Kemudian tibalah saatnya kami memasuki aula sekolah. Ketika pintu besar aula dibuka, keadaan didalam mencekam banget. Didalam aula gelap gulita, kami tidak bisa melihat apa-apa, tetapi masya Allah....sekujur tubuhku sudah merinding karena satu-satunya suasana yang terekam adalah suara anak-anak kami yang didalam. Ratusan macam isak tangis anak-anak kami bercampur menjadi satu. Ada yang menyayat hati, ada yang menggerung-gerung, ada juga yang tertahan-tahan suaranya. Bahkan sekarang ketika menuliskan ini, detik ini badanku masih merinding dan dadaku terasa sesak kembali.

Airmataku sudah jebol ketika pelan-pelan dalam gelap kami diarahkan ke barisan sesuai kelas anak-anak. Dengan senter kecil beberapa ustadzah menunjukkan papan kelas kami masing-masing. Aku pun terpisah dari mbak Shiel dan Bunda Agustin karena mereka menuju kelas Adel dan Shafa di kelas putri sementara aku ke kelas putra, kelasnya Abe.

Isak tangis anak-anak makin jelas terdengar dan membuat hatiku semakin bertalu-talu. Airmataku semakin tumpah ruah. Sekarang ketika kami sudah diam menunggu seperti ini, makin terasa lah isakan mereka menjelma nyata menjadi nyanyian kerinduan yang amat dalam.

Dengan berlatar suara tangisan anak-anak, masih terdengar suara ustad keras-keras membahanakan doa "Ya Allah....ampunilaaahhhh dosa-dosa Ibu dan Bapak kamiii.... Sayangilah mereka Ya Allahh...seperti halnya mereka menyayangi kami sejak kami kecil...."

Lalu BYAAR...!! Tiba-tiba semua lampu dinyalakan.

Serta-merta anak-anak mulai sadar bahwa ada barisan orangtua didalam aula itu. Sontak berlarianlah mereka menuju barisan kami. Ada yang dengan cepat menemukan dan menubruk ibunya, menyatu dalam peluk tangis. Ada yang celingukan dengan wajah merah dan mata berbalur airmata mencari-cari dimana sang ibu berada.

Yang ada di pikiranku hanya satu, Abe. Beberapa saat kemudian kutemukan wajah bulat kesayanganku itu...dengan muka merah berbalur airmata, dia sontak berlari menerobos kawan-kawannya begitu melihatku. "Maafin Abe ya Ibuuuukk.... Huhuuuuu" Dan kamipun bersatu dalam sebuah pelukan indah penuh cinta dan keharuan yang tentu tak bisa kutuliskan disini. "Ibuk sayaaanngg sama Abe" cuma itu yang bisa kuucapkan berkali-kali sambil menghujaninya dengan ciuman di sekujur wajah dan kepalanya.

Subhanallah... Kuatkanlah aku dalam mengemban tugas titipanMu ini Yaa Allah...

*ngetik sambil mewek*

Selesai acara, anak-anak kembali dipanggil untuk penutupan. Kamipun kembali keluar dari aula, dan aku bergabung kembali dengan ♏ba Shiel dan Bunda Agustin.

"Naaaaaaa!!!!" telunjukku sontak tertuju ke ♏ba Shiel ketika kulihat matanya merah berair. Dan Bunda Ag juga! "Mewek juga akhirnya kaannn???"

Keluarlah pembelaan mereka. Sebuah pembelaan yang membuat aku tak bisa apa-apa lagi. ♏ba Shiel pun cerita....

"Adel mewek Be....tapi aku enggak koook! ♏ba Agustin juga tadi nggak mewek tuh waktu ama Shafa, kita kan tegaarrr! Gak kayak ​kα♏ŭ mewekan!"

"Laaahhh lalu??" kutunjuk lagi mata premannya yang berair.

"Pas aku selesai peluk Adel, tiba-tiba Fitry muncul didepanku.....apa yang harus aku lakukan coba??"

Aku tercekat. Mendengar nama Fitry, sudah cukup menjelaskan semuanya... Tanpa bisa kubendung, dadaku pun langsung sesak.

Aku pernah menulis tentang Fitry, mungkin ada yang masih ingat. Dulu ketika duduk di bangku TK A, Fitry kehilangan papanya yang meninggal karena leukemia. Kami yang kebetulan mengenal dengan baik mamanya, semua ikut berduka. Kira-kira setahun kemudian, kami juga ikut berbahagia ketika sang mama menikah kembali. Dan tak terbayangkan perasaan kami semua ketika hanya dua tahun kemudian kami mendapat kabar bahwa sang mama juga menderita kanker getah bening, dan beberapa bulan kemudian ketika Fitry duduk di kelas 2, sang mamapun juga dipanggil Allah menyusul papanya.

Bagaimana tidak tercekat aku membayangkan cerita mbak Shiel....?

"Tiba-tiba saja Fitry ada didepanku Be, sambil mewek celingukan dan seperti kebingungan melihat teman-temannya pada berpelukan dengan orangtua masing-masing??"

:'(

"Aku trus tanya... Fitry dijemput siapa Nak??...Dijemput nenek jawabnya... Tapi si Nenek rupanya belum datang..." lanjut ♏ba Shiel. Hari itu jam itu memang kabarnya jalanan pada macet. Beberapa teman walimurid juga agak telat datangnya karena alasan yang sama.

"Sini peluk Tante dulu aja sini Naaakkk" lanjut ♏ba Shiel sambil mengulurkan tangannya. Kata ♏ba Shiel, Fitry langsung memeluknya, dan menangis sesenggukan didadanya.

Akhirnya pertahanan ♏ba Shiel pun pecah. Ya Allah, siapa yang enggak?? Adel kembali berpelukan bersama ibunya dan Fitry. Bunda Ag yang berada disamping ikut pecah menangis. "Kalo sama yang ini aku gak kuaattt, huhuuuuu" diciuminya tangan Fitry bertubi-tubi sambil mereka berpelukan.

"Aku nyari-nyari ​kamu Be, tapi untung juga ​kamu nggak deket-deket kita, bisa pingsan kamu liatnyaaaaaaa!!"

Huhuuuuuu, iya mbak. Ini saja sekarang aku menulis note dengan berurai airmata. Ya Allah, doaku sesak untuk anak itu. Dan sejak semalam, aku jadi sangat amat berjuta lipat merindukan ibuku sendiri. Betapa dalam nikmat yang Allah berikan karena masih mengijinkan aku melihat kedua orangtuaku sampai detik ini.

Tadi pagi akhirnya kita mewek online bersama lagi karena cerita Fitry. Wawa mewek...Meri ikut mewek...Kak Mia meninggalkan tuna didapur dan ikut mewek juga... Pokoknya acara taruhan batal, karena ♏ba Shiel sekalian bandar-bandarnya mewek semua.

Temans, ada yang mewek juga? Kalau iya, baca deh pesan Mbak Shiel tadi. Mbak Sishiel yang juga sudah ditinggal ayah dan ibunya sempat menulis "Bersyukur banget buat yang masih punya ortu. Sering-sering meminta maaf yaa..."

Iya mbak.... Insya Allah...
Makin sayang deh sama Mbak Sishiel...
Huhuuuuuuuu.... *peluk*

Alhamdulillah Ya Allah... Robbigfirli wali walidayya warhamhuma kamaa robbayani soghiro..

*Mensyukuri detik ini dengan amat sangat karena sekarang ini ketika aku menulis ini, Ibuku tercinta sedang dalam perjalanan dari Tulungagung ke Surabaya untuk menghabiskan weekend bersama kami disini. Ya Allah mudahkan perjalanan beliau, aamiinn*

Monday, February 14, 2011

Canda Tawa Muhammad Rasulullah SAW

Siang ini tiba-tiba saja aku terdampar di halaman demi halaman buku "Tawa ala Rasulullah - 101 Canda dan Tawa Muhammad" terbitan Nakhlah Pustaka yang sudah lama kubeli sebenarnya.

Tidak sulit bagiku untuk memutuskan membeli buku ini hanya dari membaca judulnya saja. Ini tentu saja salah satu sisi yang menarik dari diri Muhammad SAW. Meskipun beliau adalah pemimpin besar, tokoh teragung bahkan seorang Rosul yang mulia, semua itu tidak menjadikan beliau menjadi sosok yang "dingin". Sebaliknya, suasana hangat dan akrab selalu beliau ciptakan, sehingga konon membuat siapa saja yang bertemu beliau pasti enggan segera berpisah.

Yang pasti, canda tawa Rasulullah bukan hanya simbol kelembutan dan kehangatan dalam interaksi antar manusia, tetapi dalam diri Rasulullah tawa candanya mengandung hikmah, pelajaran, ilmu dan sama sekali tanpa melanggar aturan agama.

Buku ini menjadi semakin menarik karena aku menemukan beberapa cerita yang sebelumnya belum pernah kudengar, dan jujur, cukup dudul juga, hehehe. Ini dia sedikit cuplikan cerita beliau sebagai seorang suami. Oh, dan selamat Hari Maulid Nabi ya, mari perbanyak shalawat demi cinta kita kepada kekasih Allah Muhammad Rasulullah SAW.

***

CANDA RASULULLAH KETIKA SAKIT KEPALA

Pada suatu hari, Rasulullah menemui Aisyah. Saat itu beliau dalam kondisi sakit kepala yang sangat berat. Ternyata di waktu yang sama Aisyah juga sedang mengeluhkan hal yang sama.

"Kepalaku sakit" kata Aisyah kepada Rasulullah.

"Aku juga, demi Allah wahai Aisyah, aku juga merasakan sakit kepala yang amat sangat" jawab Rasulullah. Lalu Rasulullah melanjutkan. "Apabila ​kα♏ŭ meninggal dunia terlebih dahulu, maka tenanglah, aku akan mengurusmu, menyalati dan mengiringi jenazahmu."

Apa jawab Aisyah kemudian?

"Demi Allah, sungguh aku dapat menebak, jika memang itu terjadi, maka engkau akan berduaan dengan salah seorang istrimu di rumahku pada sore harinya." kata Aisyah kemudian dengan nada merajuk. Rasulullah hanya tertawa mendengar perkataan Aisyah ini.

(Hahaha konon Aisyah memang agak cemburuan gitu kan ya, hihihi)

***

KUDA TERBANG 'AISYAH

Ketika Rasulullah dalam perjalanan kembali pulang dari Perang Tabuk atau Khaibar, tiba-tiba angin berhembus kencang hingga menyingkap kain yang menutupi boneka mainan 'Aisyah. Melihat boneka-boneka mainan tersebut, Rasulullah bertanya "Wahai 'Aisyah, apa ini?". "Boneka mainan dan hiburanku," jawab 'Aisyah.

Nabi melihat diantara mainan itu terdapat kuda bersayap yang terbuat dari kain. Rasulullah pun bertanya lebih lanjut, "Apa itu yang berada diantara mainan ini?" 'Aisyah menjawab, "Kuda." "Lalu apa yang menempel di tubuhnya itu?" tanya Rasulullah lagi. "Dua sayap" jawab 'Aisyah

Mendengar jawaban 'Aisyah ini, maka Rasulullah bertanya dengan sedikit keheranan "Kuda mempunyai dua sayap?" "Tidakkah engkau mendengar kisah tentang Nabi Sulaiman yang mempunya kuda bersayap?" jawab 'Aisyah menegaskan.

Mendengar jawaban 'Aisyah ini, maka Rasulullah pun tertawa hingga terlihat gigi-gigi putihnya.

*****.
WAHAI RASULULLAH, APA YANG MEMBUATMU TERTAWA?

Ketika Aisyah sedang berbincang-bincang dengan seorang perempuan di rumahnya, tiba-tiba Rasulullah masuk ke dalam rumah. Saat itu Aisyah masih saja meneruskan perbincangannya dengan perempuan tersebut.

Beberapa saat kemudian Umar bin Khattab juga masuk. Begitu Umar memasuki rumah, Aisyah langsung terdiam menghentikan bicaranya dan duduk dengan tenang. Melihat perilaku Aisyah yang mendadak terdiam begitu melihat Umar, maka Rasulullah pun tertawa geli.

Karena penasaran, Umar pun bertanya "Wahai Rasulullah, apa yang membuatmu tertawa?"

Rasulullah bukannya langsung menjelaskan alasan tertawanya kepada Umar, beliau malah mengajak Umar keluar dan berbicara tentang hal lain. Umar pun berkata, "Demi Allah, aku tidak akan pergi hingga aku mendengar Rasulullah mengatakan alasannya kepadaku."

Rasulullah pun lalu memerintahkan Aisyah untuk mengatakan alasannya. Dan Aisyah pun menjelaskan alasannya kepada Umar, bahwa diam-diam dia selalu gugup dan ketakutan setiap kali berhadapan dengan sosok Umar.

(Hahahaha cerita ini lucu dan hangat menurutku, karena terus terang mengingatkanku pada seorang kenalannya Mas Iwan, yang juga selalu membuatku gugup. Aduh aku kebayang aja gimana perasaan Aisyah ketika harus menjelaskan alasan kenapa dia yang tadinya lancar bicara tiba-tiba terdiam dan memilih duduk dengan tenang ketika Umar datang. Hehehe)

***

Ingin tahu kenapa Aisyah sampai gugup dan ketakutan dengan sosok Umar bin Khattab? Ternyata ada ceritanya. Berikut ini.

CERITA AISYAH, SAUDAH DAN DAGING KELINCI

Suatu hari Aisyah menghidangkan daging kelinci yang telah dimasak secara khusus untuk Rasulullah. Kemudian Aisyah berkata kepada Saudah (sedang Rasulullah waktu itu sedang berada ditengah-tengah kedua istrinya ini). "Wahai Saudah, makanlah daging ini."

Saudah enggan memakannya.

"​kα♏ŭ mau makan atau aku akan melumurkan makanan ini ke mukamu?!" kata Aisyah agak mengancam. Saudah tetap diam dan enggan untuk makan. Maka Aisyah meletakkan tangannya pada daging kelinci yang telah masak tersebut, lalu melumurkannya pada wajah Saudah.

Rasulullah pun tersenyum melihat tingkah Aisyah sembari mengusapkan tangannya ke wajah Saudah. "Sekarang lumurilah wajah Aisyah." Saudah melakukannya. Lalu beliau tertawa lagi.

Dalam keadaan demikian, tiba-tiba ada suara Umar bin Khattab "Wahai Abdullah... Wahai Abdullah..". Mendengar suara Umar ini, Rasulullah mengira Umar akan masuk kedalam rumah sehingga cepat-cepat beliau berkata kepada kedua istrinya "Berdiri dan basuhlah wajah kalian berdua."

Sejak kejadian itu, Aisyah merasa takut kepada Umar....karena Rasulullah sendiri pun segan kepadanya.

***

KAMU TIDAK AKAN SAKIT PERUT SETELAH MEMINUMNYA

Pada suatu ketika, Rasulullah bangun malam dan segera menuju sebuah kendi di samping rumah, lalu beliau langsung kencing didalamnya. Beberapa saat kemudian, Ummu Aiman bangun malam dan merasa kehausan. Tidak berpikir panjang, maka Ummu Aiman pun meminum air yang ada didalam kendi tersebut. Ummu Aiman sendiri waktu itu tidak merasakan suatu keanehan ketika meminumnya.

Menjelang pagi, Rasulullah bangun dan berkata "Wahai Ummu Aiman, bangun dan ambillah kendi itu, lalu tumpahkan isinya."

"Demi Allah aku telah meminum isinya!" seru Ummu Aiman. Mendengar jawaban itu, maka Rasulullah pun tak mampu membendung tawanya. Lalu beliau berkata "Adapun bagi kamu, maka tidak akan pernah merasakan sakit perut sama sekali."

(Wkwkwkwkwk berjuta rasanya baca cerita terakhir itu *tutup mata pake telapak tangan*)

*****

Wednesday, February 2, 2011

Cina Or Not Cina

Judulnya "To Be Or Not To Be" banget ya hehe.

Sudah lama sebenarnya aku ingin menulis soal ini, sudah bertahun lalu, tapi entah kenapa baru sekarang moodnya keluar.

Aku ingin cerita. Meskipun lahir dari keluarga Jawa asli, kata Ibukku dari kecil bahkan mungkin sejak dari bayi orang-orang selalu bilang aku kayak Cina. Mungkin perpaduan kulit putih Ibuku dan mata sipit Bapakku yang jadi penyebabnya. Kata Bapak, kulitku bahkan lebih terang daripada anak-anak keluarga Cina yang sesungguhnya.

Seiring aku besar, menempel semua lah panggilan seperti nonik, meme, cik, MeiShin dan lain sebagainya. Seingatku, waktu kanak-kanak aku selalu menangis -entah sedih entah marah, pokoknya nggak suka- dengan panggilan2 itu. Kebetulan Bapak juga pedagang, dan salah satu hal yang membuat aku benci kalau diminta jaga toko (jadi kasir) adalah ketika ada pembeli yang membayar dan mengangsurkan uangnya dengan embel-embel "Ini cik uangnya". Walaupun begitu, aku juga tahu bahwa Bapak banyak berhubungan dagang dengan orang-orang Cina.

Bukan hanya aku yang kena dampaknya. Bulik-bulikku (adik-adiknya Bapak) juga cerita bahwa ketika bermain bersama aku dulu ketika aku masih balita, mereka sering dikira pengasuhku. Tapi yang paling membuat aku menangis di jaman itu adalah bila sudah ada yang meledek bahwa aku mungkin bayi yang tertukar waktu lahir di RS, dan tangisku baru akan berhenti kalau Ibuk sudah bersumpah (lagi dan lagi) bahwa aku lahir dirumah nenek, bukan di RS. Jadi tidak mungkin tertukar.

Cerita yang sama terus berlanjut. Lulus SMA, selain mendaftar UMPTN aku juga mendaftar di sebuah universitas swasta di Surabaya, untuk cadangan bila nanti ternyata aku tidak lulus UMPTN. Sudah menjadi rahasia umum bahwa universitas itu juga menjadi jujugan favorit calon mahasiswa dari kalangan Cina Tionghoa di Surabaya dan sekitarnya. Di meja pendaftaran, ketika menyerahkan berkas-berkas persyaratan aku sempat gontok-gontokan dengan petugas karena dia ngotot bahwa syarat pendaftaranku masih belum lengkap.

"Ijazah sudah, KTP, STTB, raport, lembar kesediaan orangtua sudah lengkap, apa lagi yang kurang, Pak?"

"Masih kurang Ce! Kalo pendaftar WNA kan harus ada surat WNA dan juga Surat Keterangan Nama Asli?? Punya Cece belum ada! Lhoooo belum adaaaa kannn??" sembur si Bapak sambil membeberkan seluruh isi mapku. Gubrak deh.

Kelak, aku baru bisa sedikit terbebas dari anggapan "orang cina" ini setelah aku berjilbab, di semester kedua kuliahku.

Selain sering dikira anak cina, ternyata aku kemudian bertemu banyak kawan yang memang asli Cina. Usia 6-12 tahun aku sempat aktif belajar di sebuah klub bulutangkis bernama PB. Tunas Harapan (TeHa) di Tulungagung. Tentu saja banyak teman-teman tionghoa disana, aku bahkan bersahabat dengan salah satunya, namanya Ay Chin (kelak dia sempat menjadi pemain nasional dengan nama Cindana).

Yang tidak pernah aku perkirakan sebelumnya adalah dua hal ini. Pertama, ketika aku menikah ternyata suamiku adalah seorang penggemar filsafat-filsafat Cina. Sekarang ini sih sudah tak terhitung banyaknya buku-buku filsafat Cina yang tersimpan dirumah. Dari yang bernuansa bisnis sampai ke soal life wisdom. Topik filsafat Cina tampak sama menonjolnya dengan buku-buku Agama Islam dan falsafah Jawa di koleksi pustaka kami.

Kedua, demi Tuhan aku tidak pernah sedikitpun menyadari bahwa didunia ini ada yang namanya diskriminasi anti-Cina dan dulu sempat parah terjadi di Indonesia (mungkin sampai sekarang, aku tak tahu pasti). Tadi pagi, di grup ВВМ seorang sahabat menceritakan bahwa dulu Bapaknya sering jadi korban salah sasaran diskriminan anti-Cina. Padahal bapaknya Jawa asli, cuma penampilannya mirip Cina. Mereka tinggal di Surabaya, ketika gerakan anti-Cina sedang meledak, beliau sempat lama nggak berani keluar rumah karena mobilnya pernah digebrak orang, diludahi dan dihujat pula.

Meskipun sering dibilang kayak Cina dan mengaku punya banyak teman orang Cina, mataku baru terbuka sekitar tahun 2007-2008 yang lalu, ketika aku berkenalan dengan Bang Benny Pangadian di Multiply.com. Awalnya sungguh aku mengira bahwa Bang Ben orangnya sangat penuh dengan negativitas, selalu mengeluhkan apa saja tentang Indonesia, apalagi kalau menyangkut perlakuan kepada orang-orang Tionghoa. Awalnya juga aku selalu menanggapi dengan kenaifan, dan seperti sibuk meyakinkan bahwa "Ohhh kok aku selama ini gak merasakan yang kayak gitu ya? Ohhh aku juga berhubungan dengan banyak orang Cina dalam kehidupan sehari-hari tapi kok gak kayak gitu ya? Semua biasa-biasa aja kok"

Singkat cerita, setelah aku bertemu dan sering sharing cerita dengan Bang Benny yang juga seorang fotografer ini, mataku pun terbuka lebar....bahwa ternyata versi cerita Bang Benny yang lebih dekat kepada realita disekitar kita. Mataku terbuka, dan mulut pikiranku pun seperti ternganga.

Sungguh, aku jadi makin sedih dengan diskriminasi seperti ini. Memang, ketika kecil aku menangis ketika semua orang meneriaki aku mirip anak Cina. Tapi aku tahu itu bukan karena kata-kata "Cina" nya. Toh aku masih balita, waktu itu aku pastilah masih polos lugu dan beringus, tak tahu ada apa dibalik kata Cina. Yang kutahu, waktu itu aku menangis karena aku merasa dianggap NGGAK MATCHING dengan anggota keluargaku yang lain. Bapak, Ibuk, adik-adik, om-tante, paklik-bulik semua berpenampakan Jawa, kenapa aku tidak?

Mau Cina, Jawa atau apapun sukunya, dipandang sebagai orang yang NGGAK MATCHING dengan lingkungan sekitar memang selalu tidak menyenangkan. Dan tahukah Anda, bahwa saat ini kawasan Pecinan selalu ada di hampir setiap kota besar di hampir semua negara di dunia ini? Orang-orang Cina selalu terkenal dengan keuletan dan kemampuannya bertahan hidup "nggak matching" ditengah-tengah bangsa apapun juga. Mau di negara Amerika, India, Indonesia atau daratan Eropa, selalu ada sekelompok orang-orang Cina yang eksis. Maka itu adalah sebuah kualitas.

Kembali kepada cerita Bang Benny. Apa daya, aku memang orang naif, itu sudah tak tertolong lagi. Yang membuat lebih sedih, diskriminasi biasanya berakhir dua arah. Seperti idiom "Mana yang lebih dulu, ayam atau telor?" ceritaku berikut ini membuktikan itu.

Suatu kali, di sebuah mall yang cukup prestisius di Surabaya, aku tertarik dengan sebuah handbag yang terpampang di sebuah butik. Tas itu bentuknya sederhana seperti yang biasa kusuka, dan bahannya terlihat bagus sekali. Sedangkan butiknya sendiri terlihat sangat mewah, ala HongKong sekali pokoknya. Sesuatu yang jarang terjadi, tapi aku memutuskan untuk sekali ini saja menuruti nafsu hati untuk membeli tas itu.

Mengesampingkan fakta bahwa aku berpenampilan "baju+jilbab kaus dan bersendal jepit" akupun memasuki butik itu. Pikirku, bukankah kalau mau membeli barang itu yang penting punya uang kan? Ternyata pelayan butik (yang maaf, walaupun tampak rapi tapi jelas2 sesuku banget dengan aku) seperti tak melihatku. Oh tidak, lebih buruk lagi. Dia melihatku tetapi dengan sebelah matanya, sementara mata yang satunya sibuk tertarik keatas sampai dagunya pun ikut-ikut tertarik keatas.

Menyerah, akupun ganti haluan menuju seseorang yang tampaknya bos disitu. Wanita Tionghoa yang cantik dan duduk anggun dibelakang meja kasir. Aku bertanya tentang tas yang kumaksud, dan tanpa menggeser sesentipun tempat duduknya, tahukah Anda apa jawabnya? "Itu tas mahal mbak"

Detik itu aku langsung keluar dari butik itu, dan bersumpah takkan kembali lagi kesitu atas alasan apapun. Bukan karena amarah, tapi lebih untuk bertekad melindungi diriku sendiri. Self-defence. Aku tak mau pengalamanku dengan orang-orang yang sangat kukasihani itu menjadi energi negatif yang akan menggerogoti prinsip yang selama ini aku yakini dalam hidupku.

Sebagai seorang muslim, aku percaya bahwa Tuhan Allah Sang Maha Pencipta itu SATU. Dan oleh karena itu membuat aku percaya, bahwa makhluk apapun yang hidup diatas bumi ini, diciptakan oleh satu Tuhan yang sama.

Selamat Tahun Baru Cina :-)

Sunday, January 23, 2011

Si Pemberani di Audisi American Idol Season 10

Duh, mewek gini jadinya. Jadi inget pesen orangtua2 dulu, hati-hati kalo anak atau bayi kita tertawa terlalu banyak, malamnya mereka bakalan rewel dan mewek terlalu banyak juga.

Siang ini leyeh-leyeh di kamar karena kurang enak badan, akupun mancep di acara rerun Audisi American Idol Season 10.

Tadi barusan ngakak-ngakak lihat beberapa kontestan audisi American Idol, ternyata berakhir emosional dan mewek nggak karuan. Gara-gara seorang peserta audisi juga!

Si peserta dari New Orleans ini (lupa deh siapa namanya) perempuan 22 tahun. Dia cerita bahwa ketika berumur 18 tahun, dia hamil, padahal dia sama sekali tidak siap. Tetapi dia memutuskan untuk mempertahankan kehamilannya. Ketika kehamilan berusia 5 bulan, dia pergi menemui dokter untuk melihat jenis kelamin bayinya.

Ternyata, dari pemeriksaan itu ditemukan bahwa si janin mengalami hidrocepalus. Dokter menyarankan dia untuk mengakhiri kehamilan dengan alasan medis. Tetapi, dia pun tetap melanjutkan kehamilannya.

Alkisah, bayi kecilnya kemudian lahir perempuan, dengan disfungsi pendengaran dan beberapa gangguan lainnya. Si bayi yang udah berumur 3 tahun dibawa serta ke tempat audisi, dan asli dia cantik sekali! Dan tentang bayinya, berhubung dia sangat cinta bernyanyi, dia bilang dengan mata berkaca-kaca bahwa "I love her and definetely sing for her. She's the best thing ever happened in my life"

Ketika menyanyi di hadapan juri, semua terpukau. Jennifer Lopez sampai menitikkan airmata "I felt it" komentarnya. Aku?? Yang bener saja, ikut mewek dooonk! Ihiks....aku melihat peserta ini sungguh wanita yang sangat berani, dan yeah aku masih tetap lupa siapa namanya (dia lolos ke Hollywood sih, so I still hope to see her again).

So, coming from this, menurutku seorang pemberani adalah orang yang tahu bahwa suatu keputusan akan menjadi tidak mudah bahkan sangat sulit. Dia tahu itu dari awal, tetapi itu tidak merubah keputusannya untuk tetap menjalaninya. Setuju nggak?

Kira-kira keputusan berani apa yang pernah kawan-kawan ambil? Please share with me here.

Sunday, January 2, 2011

School Day One : March...March...March...!!

Senin, 3 Januari 2011

Hari yang sejuk (bahkan dingin) untuk memulai semester baru. Abe-Bea agak susah dibangunin tadi, tapi begitu bangun mereka terlihat ceria dan bersemangat. Good to know they kinda miss school like this. Miss their friends for sure. Dan gak tau ya, Surabaya yang terkenal panas akhir-akhir ini jadi dingiiinnn dan basaahhh. Kadang karena hujan, dan kabut! Wow, we're not complaining at all to see those fogs since we love it to bit.

Begitu ABEA salaman, peluk cium dan turun dari mobil, terpampanglah lagi pemandangan yang menakjubkan itu. Menarik sekali melihat cara berjalan mereka berdua itu.

"Jaga adik ya Be..." tak pernah alpa, pesan itu selalu kudengungkan kepada Abe ketika anak-anak turun dari mobil di parkiran sekolah.

100% mulut Abe tentu selalu menjawab "Iya, Buk." Tapi prakteknya? Sekali lagi, kali ini aku ingin cerita soal cara berjalan.

Hampir disaat bersamaan Abe dan Bea keluar dari mobil. Bersamaan pula mereka mulai melangkah menyusuri parking lot, menuju gerbang sekolah. Tapi matematikanya lucu sekali, karena ketika Abe menempuh langkah kelimanya, Bea mungkin sudah berada di langkah ke limabelasnya, bahkan dua puluh. Jadi ketika si Mister Ice Cool baru keluar dari parking lot dan bersiap menyeberang jalan yang menghubungkannya dengan gerbang sekolah, si Miss Pushy Pushy bisa-bisa sudah berada di kelasnya, sedang mengomeli temannya yang tidak tertib atau sibuk meminta ustadzah melihat tandatangannya di notebook untuk kesekian puluh kalinya.

Itu baru masalah kecepatan... Belum soal gaya berjalannya...

Bea itu.... *memutar bola mata mencari kata yang sesuai*....berjalan layaknya tentara. Fokus kepada tujuan, tak ada acara berhenti untuk lihat sana-sini atau mampir. Kalau melewati seseorang yang harus disapapun, kakinya hanya akan berhenti sepersekian detik, trus langsung dadagh-dadagh melanjutkan baris-berbarisnya. Langkahnya lebar-lebar dan cepat, sampai badannya harus seperti berayun supaya bisa keep up dengan langkahnya.

Gak ada feminin-femininnya. Bahkan terkesan gagah berani. Kesimpulannya cuma satu : EMAKNYA BANGET!!

:D

So, please kalo bisa JANGAN ada yang ajak aku ngemall yang harus window shopping gitu. Yang bentar-bentar berhenti, ngezoom pernik-pernik atau meneliti trend baju terbaru sambil membandingkan detilnya dengan toko sebelah. Jujur, aku tak ada bakat dan kemampuan untuk itu. Aku hanya melakukannya bila itu di supermarket untuk belanja bulanan, atau di toko buku atau memilih sesuatu yang memang sedang kubutuhkan dan menjadi satu-satunya alasan pergi ngemall selain makan dan nonton.. Selebihnya, setiap pergi ke pusat perbelanjaan, aku BERBARIS!

:D